Perhapi Soroti Tambang Ilegal di Kilo 12: Penambang Harus Memiliki IUP dan IPR
MataBMR.id, Bolsel - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), soroti kegiatan penambangan ilegal di wilayah Kilo 12, Tobayagan Atas (UTO), tepatnya di Bukit Mobungayon, Dumagin B.
Saat dihubuni, Ketua Perhapi Rizal Kasli, dengan tegas menekankan pentingnya aturan dalam praktik pertambangan.
"Kegiatan pertambangan harus tunduk pada peraturan yang berlaku. Setiap kegiatan pertambangan memerlukan izin resmi, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) bagi pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat," ujar Rizal, Kamis (31/10/2024).
Ia menambahkan bahwa segala aktivitas penambangan tanpa izin resmi, dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Setiap kegiatan yang berlangsung tanpa izin, merupakan aktivitas ilegal dan pelakunya harus siap menghadapi konsekuensi hukum," tambahnya.
Rizal juga berharap aparat penegak hukum, dapat mengambil langkah tegas untuk memberantas tambang ilegal. Menurutnya, sebagai negara hukum, sudah sepatutnya aturan ditegakkan untuk melindungi lingkungan dan masyarakat sekitar.
"Khusus untuk pertambangan yang dilakukan masyarakat, mereka diwajibkan memiliki IPR agar aktivitasnya tetap sah di mata hukum," tutup Rizal.
Di sisi lain, Kasat Reskrim Polres Bolsel Deddy Matahari, mengklarifikasi status lahan di kawasan Kilo 12 yang selama ini menjadi sorotan. Menurutnya, PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) belum melakukan aktivitas eksploitasi di lokasi tersebut, melainkan masih dalam tahap eksplorasi untuk mendapatkan data lebih lanjut terkait kandungan sumber daya di dalamnya.
"Maka dari itu, pentingnya kita memahami perbedaan antara eksplorasi dan eksploitasi dalam konteks ini. Di sana itu masih tahap eksplorasi, yaitu upaya pencarian informasi tentang potensi yang ada. Oleh karena itu, belum ada eksekusi dalam bentuk eksploitasi di kawasan itu," jelas Kasat Reskrim.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tim verifikasi ini akan mengidentifikasi pihak ketiga yang mengklaim hak pengelolaan melalui pendaftaran ke tim verifikasi yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati.
"Namun, ada dua oknum yang justru membuat SK tersebut atas nama pribadi, bukan atas nama pemerintah, tanpa mengindahkan peraturan yang seharusnya mengacu pada SK Bupati," ujarnya.
Kasat Reskrim juga menegaskan, bahwa pembayaran ganti rugi tidak akan dilakukan jika status pengelolaan lahan telah berubah menjadi pertambangan ilegal. Menurutnya, perubahan status lahan ini, sudah berlangsung jauh sebelum ia bertugas di Polres Bolsel.
"Faktanya, di lokasi itu telah ada bekas kegiatan penambangan ilegal. Oleh karena itu, pihak JRBM tidak akan membayarkan ganti rugi kepada pihak ketiga jika status lahan sudah berubah menjadi tambang ilegal. Namun, jika statusnya belum berubah, maka ganti rugi tetap harus diupayakan untuk pihak ketiga tersebut," tutupnya.
Penegasan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi masyarakat, khususnya mengenai proses hukum yang berlaku dalam kegiatan eksplorasi dan pengadaan lahan. (Wmp)
0 Komentar